Hukum Membangun/mengkijing/membuat cungkup/ kubah pada makam

Kami atas nama pimpinan Lembaga Bahtsul Masail Majelis Wakil Cabang memberikan referensi terkait Hukum Membangun Makam.

PERTANYAAN :

Apakah hukum membangun/mengkijing/membuat cungkup/ kubah pada makam?
Apa hukum memberi tulisan pada makam?

JAWABAN :

1. Hukum nya adalah:

a. Haram : jika membangun makam di pemakaman umum/tanah musabbalah atau tanah wakaf.

b. Makruh : jika membangun makam di tanah milik pribadi atau tanah mubahah / tanah takbertuan (ardlul mawat)

c. Mubah : jika membangun makam Anbiya’/Auliya’/Sholihin (untuk tujuan agar dapat di ziarahi dan tabarruk)

*Hukum tersebut berlaku jika tidak ada kekhawatiran makam akan dirusak oleh hewan atau banjir, jika ada kekhawatiran tersebut maka hukumnya adalah Mubah secara mutlak.

2. Hukum memberi tulisan pada nisan/makam:

Makruh : jika penulisan tersebut tanpa ada tujuan/hajat.
Tidak makruh bahkan Mustahab(dianjurkan) jika ada tujuan agar makam dapat di kenal dan di ziarahi, terutama makam Auliya’/ulama’/sholihin (dengan tulisan sebatas kebutuhan saja)

Referensi Kitab:

(و) إِن كَانَت الأَرْض مَمْلُوكَة أَو مُبَاحَة كالموات (كره بِنَاء لَهُ) أَي الْقَبْر (أَو عَلَيْهِ) أَو تجصيصه أَي تبييضه بالنورة الْبَيْضَاء وَلَا بَأْس بتطيينه وَتكره الْكِتَابَة عَلَيْهِ سَوَاء كتب اسْم صَاحبه أَو غَيره نعم إِن كتب اسْم صَاحبه وَنسبه بِقصد أَن يعرف فيزار فَلَا كَرَاهَة بِشَرْط الِاقْتِصَار على قدر

الْحَاجة لَا سِيمَا قُبُور الْأَوْلِيَاء وَالْعُلَمَاء وَالصَّالِحِينَ فَإِنَّهَا لَا تعرف إِلَّا بذلك عِنْد تطاول السنين وَيكرهُ أَن يَجْعَل على الْقَبْر مظلة كقبة لِأَن عمر رَضِي الله عَنهُ رأى قبَّة فنحاها وَقَالَ دَعوه يظله عمله وَإِن كَانَت الأَرْض مسبلة للدفن وَهِي الَّتِي جرت عَادَة أهل الْبَلَد بالدفن فِيهَا حرم الْبناء وَهدم

وَاسْتثنى بَعضهم قُبُور الْأَنْبِيَاء وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَنَحْوهم وَلَو كَانَ بقبة لإحياء الزِّيَارَة والتبرك بهم وَأفْتى بِهِ الْحلَبِي وَقَالَ أَمر بِهِ الشَّيْخ الزيَادي مَعَ ولَايَته وكل ذَلِك لم يرتضه الْعَلامَة الشَّوْبَرِيّ وَقَالَ الْحق خِلَافه وقبة الإِمَام الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ لَيست فِي الأَرْض المسبلة بل هِيَ فِي دَار ابْن عبد الْحَكِيم وَلَو وجد بِنَاء فِي أَرض مسبلة وَلم يعلم أصل وَضعه هَل هُوَ بِحَق أَو لَا ترك لاحْتِمَال أَنه وضع بِحَق نعم لَو كَانَ الْبناء فِي المسبلة لخوف نبش سَارِق أَو سبع أَو تخرق سيل جَازَ وَلَا يهدم [نووي الجاوي، نهاية الزين، صفحة ١٥٥]

Artinya:

Dan jika tanah(makam)adalah milik pribadi atau tanah mubahah(tanah takbertuan), maka makruh hukumnya membangun makam yang ada ditanah tersebut atau membangun diatas makam atau mengapur makam dengan gamping berwarna putih, tidak apa-apa(hukumnya) jika hanya melumuri dengan tanah/lumpur. Dan makruh memberi tulisan di atas makam, baik menulis nama orang yang dimakamkan atau yang lainnya. Tapi jika menulis nama orang yang di makamkan atau nasabnya dengan tujuan agar bisa dikenali dan diziarahi, maka hukumnya tidak makruh dengan catatan penulisan sebatas kebutuhan saja. Terutama kuburan para wali, ulama’, sholihin karena jika tidak ada tulisan maka akan sulit untuk dikenali seiring berlalunya waktu/tahun. Dan makruh membangun kubah diatas makam karena kholifah Umar pernah melihat orang membangun kubah lalu mencegahnya dan beliau berkata “ janganlah membangun kubah itu, nanti yang akan menaungi/menjaga (mayyit) adalah amalnya”.

Dan jika tanah makam adalah tanah yang dipersiapkan untuk umum sebagaimana makam yang ada sekarang, maka haram hukum membangun kuburan yang ada di tanah tersebut dan (pemerintah) berhak merobohkannya. Sebagian ulama mengecualikan kuburan anbiya’, syuhada’, sholihin dan semisalnya walaupun berbentuk kubah karena agar dapat di ziarahi dan diambil keberkahannya, sebagaimana difatwakan oleh imam Halabi dan imam Azziyadi meskipun imam Asy-sawbari berpendapat sebaliknya. Dan kubah makam imam Syafii tidak berada di makam umum tapi di tanah (milik)Abdul Hakim. Jika membangun makam di pemakaman umum, tapi khawatir akan dirusak oleh pencuri atau hewan buas atau banjir, maka boleh hukum membangunnya. (Nihayatuzzain, imam Nawawi Al Jawi, hal 155)

قَوْلُهُ: (وَتُكْرَهُ الْكِتَابَةُ عَلَيْهِ) أَيْ عَلَى الْقَبْرِ وَلَوْ لِقُرْآنٍ بِخِلَافِ كِتَابَةِ الْقُرْآنِ عَلَى الْكَفَنِ فَحَرَامٌ؛ لِأَنَّهُ يُعَرِّضُهُ لِلصَّدِيدِ وَمَحِلُّ كَرَاهَةِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْقَبْرِ مَا لَمْ يُحْتَجْ إلَيْهَا، وَإِلَّا بِأَنْ اُحْتِيجَ إلَى كِتَابَةِ اسْمِهِ وَنَسَبِهِ لِيُعْرَفَ فَيُزَارَ فَلَا يُكْرَهُ بِشَرْطِ الِاقْتِصَارِ عَلَى قَدْرِ الْحَاجَةِ لَا سِيَّمَا قُبُورُ الْأَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَإِنَّهَا لَا تُعْرَفُ إلَّا بِذَلِكَ عِنْدَ تَطَاوُلِ السِّنِينَ. اهـ. م ر. [البجيرمي، حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب، ٢٩٧/٢]

Artinya:

Dan makruh menulis diatas kuburan walaupun berupa ayat Alqur’an, kecuali menulis Alqur’an di kafan mayyit maka hukumnya haram karena akan terkena najis. Dan hukum makruh tersebut jika tidak ada kebutuhan untuk itu, jika penulisan tersebut dibutuhkan semisal untuk menulis nama atau nasab mayyit agar dapat dikenali dan di ziarahi maka hukumnya tidak makruh dengan syarat penulisan hanya sebatas kebutuhan, terutama kuburan aulia’, ulama’, sholihin. Karena kuburan tidak akan dikenali tanpa penulisan tersebut seiring berlalunya waktu.(Albujairomi Ala AlKhotib 2/297)

قَوْلُهُ وَكِتَابَةٌ عَلَيْهِ) نَعَمْ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِمْ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ وَضْعُ مَا تُعْرَفُ بِهِ الْقُبُورُ أَنَّهُ لَوْ احْتَاجَ إلَى كِتَابَةِ اسْمِ الْمَيِّتِ) لِلزِّيَارَةِ كَانَ مُسْتَحَبًّا بِقَدْرِ الْحَاجَةِ لَا سِيَّمَا قُبُورُ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ، فَإِنَّهَا لَا تُعْرَفُ إلَّا بِذَلِكَ عِنْدَ تَطَاوُلِ السِّنِينَ وَمَا ذَكَرَهُ الْأَذْرَعِيُّ مِنْ أَنَّ الْقِيَاسَ تَحْرِيمُ كِتَابَةِ الْقُرْآنِ عَلَى الْقَبْرِ لِتَعَرُّضِهِ لِلدَّوْسِ عَلَيْهِ وَالنَّجَاسَةِ وَالتَّلْوِيثِ بِصَدِيدِ الْمَوْتَى عِنْدَ تَكَرُّرِ النَّبْشِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ مَرْدُودٌ بِإِطْلَاقِهِمْ لَا سِيَّمَا وَالْمَحْذُورُ غَيْرُ مُحَقَّقٍ وَيُكْرَهُ أَنْ يُجْعَلَ عَلَى الْقَبْرِ مِظَلَّةٌ اهـ. [الجمل ,حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ,2/207]

Artinya:

Betul dijelaskan dalam pendapat ulama’ bahwa “dianjurkan untuk meletakkan sesuatu sebagai tanda agar kuburan dapat dikenali” sehingga jika hal tersebut membutuhkan penulisan nama dari mayyit agar dapat di ziarahi maka hukum penulisannya adalah Mustahab(dianjurkan) dengan penulisan sebatas kebutuhan, terutama kuburan para auliya’ dan sholihin. Karena jika tidak ada penulisan tersebut maka kuburan itu tidak akan dikenali seiring berlalunya tahun/waktu. Dan pendapat imam Adz-ro’i yang mengqiyaskan hukum tersebut dengan harammya menulis Alqur’an di kuburan karena takut terinjak, terkena najis atau darah/nanah mayyit ketika terjadi berulang kalinya penguburan di makam umum adalah ditolak karena kemutlakan pendapat ulama tentang hal ini terlebih lagi sesuatu yang dikhawatirkan belum nyata. Dan juga makruh hukumnya membangun cungkup/sesuatu yang menaungi makam. (Jamal Ala Syarhil Minhaj juz 2 hal. 207)

Hukum Membangun/mengkijing/membuat cungkup/ kubah pada makam

LBM MWC NU Sidoarjo menjawab

MWCNU Sidoarjo

Related Posts

Penting Dilakukan,10 Amalan Sunnah di Bulan Ramadhan

Pos-pos Terbaru

Komentar Terbaru

Arsip

Kategori

Welcome Back!

Retrieve your password

Add New Playlist

Hukum Membangun/mengkijing/membuat cungkup/ kubah pada makam

LBM MWC NU Sidoarjo menjawab

Kami atas nama pimpinan Lembaga Bahtsul Masail Majelis Wakil Cabang memberikan referensi terkait Hukum Membangun Makam.

PERTANYAAN :

Apakah hukum membangun/mengkijing/membuat cungkup/ kubah pada makam?

Apa hukum memberi tulisan pada makam?

JAWABAN :

1. Hukum nya adalah:

a. Haram : jika membangun makam di pemakaman umum/tanah musabbalah atau tanah wakaf.

b. Makruh : jika membangun makam di tanah milik pribadi atau tanah mubahah / tanah takbertuan (ardlul mawat)

c. Mubah : jika membangun makam Anbiya’/Auliya’/Sholihin (untuk tujuan agar dapat di ziarahi dan tabarruk)

*Hukum tersebut berlaku jika tidak ada kekhawatiran makam akan dirusak oleh hewan atau banjir, jika ada kekhawatiran tersebut maka hukumnya adalah Mubah secara mutlak.

2. Hukum memberi tulisan pada nisan/makam:

Makruh : jika penulisan tersebut tanpa ada tujuan/hajat.

Tidak makruh bahkan Mustahab(dianjurkan) jika ada tujuan agar makam dapat di kenal dan di ziarahi, terutama makam Auliya’/ulama’/sholihin (dengan tulisan sebatas kebutuhan saja)

Referensi Kitab:

Artinya:

Artinya:

Artinya:

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mengetahui

Sekretaris LBM

Nur Kholis

Ketua LBM

M.Bisri Mustofa

MWCNU Sidoarjo

Related Posts

Penting Dilakukan,10 Amalan Sunnah di Bulan Ramadhan

Pos-pos Terbaru

Komentar Terbaru

Arsip

Kategori

Welcome Back!

Retrieve your password

Add New Playlist